Kisah Haroun, Bukti Kekejaman Khadafy

Reuters Para pemberontak lari guna mencari perlindungan saat pesawat tempur Khadafy mengebom kota Ras Lanuf yang kaya minyak di Libya, Selasa (8/3/2011).

Fadlallah Haroun, warga Benghazi, kota terbesar kedua setelah Tripoli, ibu kota Libya, kini menjadi salah satu saksi hidup kekejaman rezim Moammar Khadafy. Pria berusia 45 tahun itu disekap dari satu sel tahanan ke sel tahanan lain selama tujuh tahun, tanpa suatu dakwaan bahwa ia bersalah secara hukum.
Selama di dalam tahanan, ia disiksa dan diteror. Keluarganya dilarang bekerja, berdagang, dan semua aktivitas yang mendatangkan uang dan secara ekonomis menghidupi mereka. Anak-anak dari keluarga besarnya dilarang bersekolah, kursus, atau kegiatan edukatif lainnya. Selama tujuh tahun Haroun di penjara, butuh waktu enam tahun bagi keluarganya untuk mengetahui di penjara mana persisnya dia ditahan.
Dia mengembara dari satu sel tahanan ke tahanan yang lain sampai akhirnya terperangkap di balik jeruji penjara Abu Salim, Tripoli di Libya barat. Pada tahun 1996, atas perintah Khadafy, sekitar 1.200 tahanan di Abu Salim, umumnya tahanan politik—orang-orang yang ditahan tanpa proses hukum—dibantai para algojo yang bengis. Saat itu Haroun masih berada di penjara bawah tanah Katiba, kampungnya di Libya timur.
Pria bertopeng
Kisah kelam Haroun itu dimulai pada 23 April 1995. Dia menuturkan, hari itu telepon di rumahnya berdering. Suara di telepon meminta Haroun datang ke kantor polisi di Benghazi untuk dimintai keterangan tentang beberapa hal. Ketika akan melangkah ke mobil untuk pergi ke kantor polisi, dia tiba-tiba dihadang sejumlah petugas keamanan bertameng, yang lalu membawanya pergi.
”Saya terkejut. Saya tidak memiliki masalah dan tidak ada alasan untuk mengikuti mereka. Saya seorang pengusaha, bukan pelaku kejahatan. Saya tidak memiliki aktivitas politik,” katanya mengenang kejadian itu.
Haroun adalah pengusaha tulen. Pria kelahiran Katiba ini adalah pengimpor bahan baku perabot rumah tangga dari Italia. Petugas bertopeng mengatakan bahwa ”saya berasal dari sebuah keluarga pengacau dan saya melecehkan negara dan sistem yang ada”.
Kebiasaannya membagi-bagikan parsel atau paket makanan pada setiap Idul Fitri dinilai untuk popularitas pribadi. Tradisi Islam yang dia amalkan dalam bentuk memberikan sedekah tampaknya dilihat sebagai skandal yang dapat ”mengalahkan popularitas” pejabat pemerintahan dalam rezim Khadafy.
Haroun dibawa ke kantor keamanan dalam negeri di pusat kota Benghazi, kota terbesar di Libya timur, yang kini menjadi pusat pemerintahan otonom oposisi, terpisah dari Tripoli yang dikuasai Khadafy. Setelah diinterogasi, dia lalu dijebloskan ke sel tahanan bawah tanah di Katiba tanpa proses hukum.
Sejak penangkapan hingga ditahan, dia disiksa. Di sana ada tiga bungker bawah tanah untuk tahanan politik. Di sini, sama seperti tahanan politik lain, dia disiksa. ”Banyak pula yang hilang begitu saja untuk selama-lamanya,” katanya. Penjara ini dibakar oleh aksi massa pada pertengahan Februari lalu.
Dua minggu kemudian Haroun dipindahkan ke penjara Abu Salim. Perlakuan lebih kejam terjadi di sini. Sampai akhirnya dia dibebaskan pada 13 Desember 2001. Haroun menuturkan, selama tujuh tahun di penjara, keluarganya tahu bahwa dia ditahan, tetapi butuh waktu enam tahun kemudian bagi keluarganya untuk mengetahui dia disekap di Abu Salim.
Kini Libya timur sudah bebas dari Khadafy. ”Saya mengutuk rezim Khadafy dan menuntut reformasi total,” kata Haroun disaksikan si kecil, Haidar (3), satu dari lima anaknya. Hari-hari penyiksaan itu dia harapkan sudah berakhir. (AP/CAL)

0 Response to "Kisah Haroun, Bukti Kekejaman Khadafy"

Post a Comment