Mereka Merelakan Organ Tubuh Hatinya demi Orang Tercinta
blademelaju.blogspot.com
Jumat, 11 Maret 2011 | 12:36 WIB
shutterstock
IlustrasiKompas.com - Kesedihan melihat sang ayah, Abdul Mukri (44) yang sering dirawat di rumah sakit membulatkan tekad Nissa Azzahra (18) untuk mendonorkan hatinya untuk sang ayah. Sulung dari lima bersaudara yang ketika itu baru memasuki tahun pertama kuliahnya hanya punya satu tujuan, sang ayah menjadi sehat dan lebih sering berada di rumah bersama anak-anaknya.
Sayangnya niat tulus tersebut ditolak kedua orangtuanya. "Saya tidak tega karena ia masih muda. Tapi ia terus merengek supaya diizinkan, kebetulan pula calon pendonor lain, adik-adik saya tidak ada yang cocok. Akhirnya kami berdua menyiapkan diri untuk menjalani operasi itu," kata Mukri, penderita hepatitis B kronik.
Operasi transplantasi hati bukanlah operasi sederhana, malah dalam dunia kedokteran operasi ini termasuk prosedur paling rumit karena melibatkan dua pembedahan pada waktu bersamaan. Di butuhkan waktu sedikitnya 5 jam dan harus dilakukan di rumah sakit besar di mana tersedia para ahli dengan fasilitas lengkap.
Setelah melalui rangkaian pemeriksaan, mulai dari pemeriksaan USG, MRI, hingga biopsi, akhirnya Nissa dinyatakan lolos dan bisa menjadi pendonor meski sebenarnya usianya tidak memenuhi syarat, yakni minimal berusia 19 tahun.
"Idealnya pendonor berusia di atas 19 tahun, tapi karena tidak ada calon pendonor lain, makanya Nissa dipilih," kata dr.Irsan Hasan, Sp.PD, KGEH, anggota tim dokter transplantasi hati dari RSCM yang ditemui seusai jumpa pers dan penyerahan pasien transplantasi hati di Jakarta, Kamis (10/3).
Operasi akhirnya dilaksanakan tanggal 13 Desember 2010 dan memakan waktu hingga 11 jam yang melibatkan 34 tim dokter yang terdiri dari berbagai kepakaran. Pasca operasi dibutuhkan waktu hingga 2 bulan untuk rehabilitasi, juga terapi obat-obatan imunosupresan seumur hidup untuk mencegah penolakan tubuh akan organ yang diterima.
Selang dua hari pasca operasi tersebut, tim dokter RSCM yang dipimpin Dr.Sastiono, Sp.B, Sp.BA dibawah supervisi Profesor Shu-Shen Zheng dari Zhejiang University School of Medicine, Hangzhou, China, melakukan operasi kedua terhadap Aulia Afriansyah (6) penderita hepatitis autoimun. Bocah itu menerima donor dari ayahnya, Harianto, seorang prajurit TNI. Kedua operasi itu dinyatakan sukses dan berhasil.
Aulia yang masih dalam kontrol ketat dokter terlihat sehat dan sudah bisa bermain dengan teman-temannya. "Ia sudah bermain seperti anak normal, berlari-lari atau naik sepeda," kata Harianto yang sudah bekerja kembali sebulan pasca operasi.
Tranplantasi hati kepada pasien anak-anak memang bukan yang pertama dilakukan di Indonesia, sebelumnya tim dokter dari RS Kariadi Semarang dan tim dokter dari RS Dr.Soetomo Surabaya berhasil mencangkokkan jaringan hati ke tubuh pasien.
Cangkok hati, meski merupakan operasi yang sulit dan membutuhkan biaya tak sedikit, namun memberikan harapan hidup lebih besar bagi penderita sirosis hati. Setidaknya, harapan untuk bisa beraktivitas dengan normal dan berkumpul dengan orang-orang tercinta bukan cuma impian.
Sayangnya niat tulus tersebut ditolak kedua orangtuanya. "Saya tidak tega karena ia masih muda. Tapi ia terus merengek supaya diizinkan, kebetulan pula calon pendonor lain, adik-adik saya tidak ada yang cocok. Akhirnya kami berdua menyiapkan diri untuk menjalani operasi itu," kata Mukri, penderita hepatitis B kronik.
Operasi transplantasi hati bukanlah operasi sederhana, malah dalam dunia kedokteran operasi ini termasuk prosedur paling rumit karena melibatkan dua pembedahan pada waktu bersamaan. Di butuhkan waktu sedikitnya 5 jam dan harus dilakukan di rumah sakit besar di mana tersedia para ahli dengan fasilitas lengkap.
Setelah melalui rangkaian pemeriksaan, mulai dari pemeriksaan USG, MRI, hingga biopsi, akhirnya Nissa dinyatakan lolos dan bisa menjadi pendonor meski sebenarnya usianya tidak memenuhi syarat, yakni minimal berusia 19 tahun.
"Idealnya pendonor berusia di atas 19 tahun, tapi karena tidak ada calon pendonor lain, makanya Nissa dipilih," kata dr.Irsan Hasan, Sp.PD, KGEH, anggota tim dokter transplantasi hati dari RSCM yang ditemui seusai jumpa pers dan penyerahan pasien transplantasi hati di Jakarta, Kamis (10/3).
Operasi akhirnya dilaksanakan tanggal 13 Desember 2010 dan memakan waktu hingga 11 jam yang melibatkan 34 tim dokter yang terdiri dari berbagai kepakaran. Pasca operasi dibutuhkan waktu hingga 2 bulan untuk rehabilitasi, juga terapi obat-obatan imunosupresan seumur hidup untuk mencegah penolakan tubuh akan organ yang diterima.
Selang dua hari pasca operasi tersebut, tim dokter RSCM yang dipimpin Dr.Sastiono, Sp.B, Sp.BA dibawah supervisi Profesor Shu-Shen Zheng dari Zhejiang University School of Medicine, Hangzhou, China, melakukan operasi kedua terhadap Aulia Afriansyah (6) penderita hepatitis autoimun. Bocah itu menerima donor dari ayahnya, Harianto, seorang prajurit TNI. Kedua operasi itu dinyatakan sukses dan berhasil.
Aulia yang masih dalam kontrol ketat dokter terlihat sehat dan sudah bisa bermain dengan teman-temannya. "Ia sudah bermain seperti anak normal, berlari-lari atau naik sepeda," kata Harianto yang sudah bekerja kembali sebulan pasca operasi.
Tranplantasi hati kepada pasien anak-anak memang bukan yang pertama dilakukan di Indonesia, sebelumnya tim dokter dari RS Kariadi Semarang dan tim dokter dari RS Dr.Soetomo Surabaya berhasil mencangkokkan jaringan hati ke tubuh pasien.
Cangkok hati, meski merupakan operasi yang sulit dan membutuhkan biaya tak sedikit, namun memberikan harapan hidup lebih besar bagi penderita sirosis hati. Setidaknya, harapan untuk bisa beraktivitas dengan normal dan berkumpul dengan orang-orang tercinta bukan cuma impian.
0 Response to "Mereka Merelakan Organ Tubuh Hatinya demi Orang Tercinta"
Post a Comment