Moammar Khadafy dan Para Gadisnya
KOMPAS.com — Sejak pecah aksi protes massa pada 15 Februari 2011 di Libya, Moammar Khadafy menjadi pergunjingan publik internasional setiap hari hingga kini. Nama Khadafy menjadi ”kata kunci” aksi unjuk rasa, konflik politik, kekerasan, perang saudara, dan intervensi militer koalisi Barat yang terjadi di Libya.
Tulisan ini tidak memotret persoalan-persoalan serius itu, tetapi tentang sisi lain Khadafy: keseharian atau kebiasaan dalam bertutur dan bertindak. Gaya bicaranya tegas dan tidak mau tahu. Penampilan flamboyan eksentrik adalah bagian unik karakter pria bernama lengkap Moammar Abu Minyar al-Khadafy ini.
Khadafy adalah orang yang berani, nekat, dan konsisten. Pria yang lahir pada Minggu, 7 Juni 1942, ini masih berusia 27 tahun ketika memimpin kudeta berdarah terhadap Raja Idris, 1 September 1969. Hari itu menjadi awal kekuasaannya dengan sebutan pemimpin revolusi.
Selama bertahun-tahun sejak berkuasa, Khadafy dilukiskan sebagai ikon revolusi Libya. Dia juga dijuluki sebagai penjaga negara kaya minyak. Sejak berkuasa, Khadafy tetap konsisten berpangkat kolonel. Dia tidak pernah menyebut dirinya kepala negara atau presiden, kecuali pemimpin revolusi.
Gaya bicara dan pernyataan pedas, kasar, dan menantang biasanya Khadafy tujukan kepada lawan-lawan politik. Ketika aksi protes massa menuntutnya lengser, ia mengecap mereka ”tikus” dan ”kecoa”.
Terhadap kelompok oposisi itu, Khadafy tampak kejam. Ia memerintahkan para loyalisnya membasmi mereka hingga ke sarangnya, membersihkan ”dari rumah ke rumah” dan ”sedikit demi sedikit”.
Pria berzodiak gemini dan bershio kuda ini akan terus ”berlari kencang” jika sudah memutuskan untuk ”berlaga”. Khadafy menantang para pemimpin peserta konferensi internasional di London, 29 Maret, yang mendesaknya turun dan keluar dari Libya. Dia bahkan siap mengusir NATO.
Menurut Khadafy, bukan dia yang harus turun, tetapi para pemimpin asing itu yang harus mundur. Dia menuding penyerangan militer ke Libya diotaki pemimpin asing yang ”dipengaruhi kegilaan akan kekuasaan”.
Khadafy sudah berkuasa selama 41 tahun lebih 6 bulan. Oposisi Libya yang kini berbasis di Benghazi, kota terbesar kedua setelah Tripoli, menyebutnya diktator dan tiran yang tidak tahu diri. Mereka ingin Khadafy segera turun atau diturunkan secara paksa.
Dari penampilan fisiknya, Khadafy macho, juga flamboyan dan eksentrik. Kalau bepergian atau tampil di depan publik, ia lebih sering mengenakan kaca mata hitam dan jubah. Warna penutup kepala padu dengan jubahnya. Satu jubah bisa menghabiskan 3-4 meter kain.
Ke mana saja Khadafy pergi, dia jarang menginap di hotel. Dia lebih banyak memilih membangun tenda ala suku Bedouin, salah satu suku di Libya. Begitulah misalnya yang terjadi di kota Bedford, 48 kilometer di luar New York, ketika Khadafy akan mengikuti Sidang Umum PBB pada September 2009.
Jaksa wilayah Kota Bedford Joel Sachs akhirnya melarang pembangunan tenda. Ketika Khadafy akan mendirikan tenda di tanah milik seorang Libya di Englewood, New Jersey, masyarakat setempat menolaknya.
Gadis-gadis Khadafy
Salah satu penampilan Khadafy yang mencolok, heboh, menarik, membuat orang terpana, juga menakutkan, adalah puluhan gadis cantik yang mengawalnya. Begitu keluar dari Bab al- Aziziya, basis militer dan kediaman pribadi Khadafy, gerombolan gadis itu selalu mengikutinya.
Jika Khadafy mengadakan lawatan ke negara lain, dia selalu dikawal paling sedikit oleh 40 gadis dengan lipstik dan maskara tebal. Di dalam negeri, dia dikawal paling sedikit lima gadis cantik terpilih. Mereka akan berjaga-jaga di sekeliling Khadafy, termasuk di saat ia tidur.
Gadis-gadis itu selalu mengenakan kacamata hitam produk desainer terkemuka dari Gucci, berkalung berlian dan memakai sepatu bot, hak tinggi, bermerek pula. Salah satu merek sepatu favorit gadis-gadis itu adalah produk Nancy Sinatra. Khadafy memanjakan mereka.
Tubuh gadis-gadis itu dibalut seragam tentara. Kadang menggunakan kerudung, tetapi kadang pula mereka membiarkan rambutnya jatuh tergerai bebas. Mereka tampil seksi, mirip fashionista atau model, tetapi mereka sesungguhnya adalah tentara terlatih. Foto-foto mereka bertebaran di media Barat.
Pada November 2006, di Abuja, Nigeria, sempat terjadi insiden diplomatik. Khadafy datang dikawal 200 tentara bersenjata lengkap. Dia menolak jika senjata itu dilucuti, sebagaimana dilaporkan BBC News.
Kehadiran puluhan gadis pengawalnya di Kiev, Ukraina, pada November 2008 memukau dan mengejutkan pejabat setempat. Begitu pula ketika menghadiri festival budaya Afrika di Dakar, Senegal, pada Desember 2010.
Setiap saat jika sedang mengawal Khadafy, gadis-gadis itu memikul senapan Kalashnikov dan mereka bisa membunuh. Kalashnikov adalah senapan serbu bikinan perancang senapan ternama Rusia, Mikhail Kalashnikov. Senapan ini diadopsi dan dijadikan senapan standar Uni Soviet pada 1947 sehingga disebut AK-47.
Khadafy menyebut para gadisnya itu al-rahibat al-thawriyyat atau para rabib revolusioner (revolutionary nuns). Media Barat kadang menyebutnya amazonian guard, jebolan dari Akademi Militer Perempuan Tripoli yang didirikan Khadafy di tahun 1979, 10 tahun setelah dia mengudeta Raja Idris.
Banyak pengunjung asing ke Libya melukiskan, akademi itu berada dalam kompleks besar dengan pagar tembok yang kokoh. Jane Kokan, wartawan The Vancover Sun, Kanada, yang pernah mengunjungi akademi itu dan mewawancarai Khadafy mengatakan, akademi itu dibangun Khadafy sebagai simbol emansipasi perempuan Libya.
”Saya berjanji kepada ibuku untuk memperbaiki keadaan kaum perempuan Libya,” katanya seperti dilaporkan Kokan. Ibunya, seorang wanita dari Badouin, lahir ketika Libya masih dalam koloni Italia. Meski seorang wanita buta huruf, ibunya itu pandai memanah.
Gadis-gadis yang dilatih unumnya terpilih. Program pelatihan selama tiga tahun melibatkan semua aspek keprajuritan dari tembakan artileri, peluncur roket, pertarungan fisik, dan komunikasi. Aktivitas selama pelatihan dimulai sejak subuh, pukul 04.30.
Doug Sanders, wartawan harian The Globe and Mail, Toronto, Kanada, yang pernah bertandang ke Tripoli pada 2004 memberikan keterangan yang sama. Dia menulis diblognya, ”Ini potret pikirannya yang idiosyncratic dan teka-teki revolusi di negara di mana perempuan dalam kehidupan sehari-hari masih jauh dari persamaan hak dan kewajiban.”
Setidaknya, sudah 30 tahun Khadafy menjadi ”pengantin” rupa-rupa gadis dari setiap angkatan. Mereka disumpah sejak masuk akademi untuk membelanya dan tetap perawan selama pelatihan. Pada 1998 salah satu pengawalnya itu mati demi melindungi Khadafy dari serangan militan.
Khadafy adalah pelopor emansipasi wanita Libya. Bouseyfi Kultsum, pilot wanita pertama Libya, kepada BBC News bertutur, Khadafy meretas tabu sosial yang menutup ruang gerak wanita, seperti dicontohkan Aisha, putrinya, yang turun ke jalan membela ayahnya.
0 Response to "Moammar Khadafy dan Para Gadisnya"
Post a Comment